jangan lecehkan kami!

Kemarin aku bersuara mengenai plagiarisme yang menuai pro dan kontra, hingga membuat gaduh satu angkatan. Kali ini, aku kembali bersuara mengenai hal yang dianggap tabu dan bisa saja dinilai "lebay" oleh sebagian mahasiswa di kampus. 

Ya, aku berbicara tentang pelecehan seksual. 

Apa itu pelecehan seksual? Dilansir melalui Wolipop, Komisioner Subkom Pemantauan Komnas Perempuan, Siti Aminah Tardi menjelaskan bahwa pelecehan seksual adalah perbuatan yang dilakukan dalam bentuk fisik atau nonfisik yang tidak dikehendaki dengan cara mengambil gambar, mengintip, memberikan isyarat bermuatan seksual, meminta seseorang melakukan perbuatan yang demikian pada dirinya, memperlihatkan organ seksual baik secara langsung atau menggunakan teknologi, melakukan transmisi yang bermuatan seksual dan melakukan sentuhan fisik. 

Masih banyak definisi lain yang bisa kita semua cari tau bersama. Namun, untuk menyelaraskan pemahaman kita mengenai pelecehan seksual yang akan aku angkat dalam tulisan ini, perlu digaris bawahi bahwa pada dasarnya pelecehan seksual merupakan perbuatan tidak menyenangkan baik secara fisik maupun verbal yang dilakukan atau meminta orang lain untuk melakukan- tanpa adanya consent atau kesepakatan kedua belah pihak. 

Once again, to make it clear. Ketika seseorang flirting, bahkan menyentuh bagian tubuh tertentu tapi orang yang disentuh tidak keberatan dengan itu (misal; teman/pacar), maka itu tidak bisa dikatakan sebagai pelecehan seksual karena tidak ada paksaan, dan dilakukan atas consent bersama. Itu yang terpenting. Namun, sekalipun itu pacar kalau do something without permission, asal sentuh dan pasangannya keberatan lalu ada unsur paksaan, maka itu bisa dikatakan pelecehan. Sebab, pelecehan seksual tidak dapat ditolerir oleh sebuah status hubungan.

Kenapa aku mengangkat isu ini sekarang? Karena aku merasa ini waktu yang tepat. Setidaknya, aman karena aku tidak dipertemukan dengan para pelaku pelecehan untuk sementara.

Aku mewakili mahasiswi lainnya yang tidak pernah berani untuk bersuara, karena takut dihakimi bukan dilindungi. 

Selama tiga tahun aku menjadi seorang mahasiswi, tak terhitung berapa kali aku menjadi korban pelecehan seksual oleh sesama rekan-rekan mahasiswa satu almamater. Mulai dari catcalling, tatapan dan gesture yang membuat risih, sentuhan di area tubuh pribadi, dipaksa untuk check in hingga mendapatkan ancaman saat defensive melindungi diri. 

Pernah aku mengeluh tentang hal ini pada beberapa teman, meminta bantuan dan penguatan. Namun, respon mereka adalah,

kamu sih ga pake kerudung
kamu sih rambutnya diwarnain segala, jadi keliatannya gampangan 
coba pake kerudung syar'i


Ya, mereka menyalahkan penampilanku pada saat itu. Padahal, seragam yang aku kenakan tidak ketat. Semuanya sopan. Hanya saja rambut memang berwarna cokelat. Tapi, memangnya kenapa jika rambut ini aku cat? 

Sejak tahun pertama, kami dikenalkan dengan prinsip Pekerjaan Sosial, kami mempelajari mengenai bagaimana itu sikap non-judgement dan mematahkan stigma. Namun, hal ini nyatanya tidak diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Terbukti ketika kami, perempuan, mewarnai rambut langsung dilabeli perempuan nakal dan diperlakukan seolah kami layak untuk dilecehkan. 

Setelah menjadi korban, lagi-lagi perempuan disalahkan. Padahal faktanya, ketika aku mengenakan hijab pun aku masih menjadi sasaran para pelaku pelecehan di kampus 367. Meskipun sebenarnya, beberapa pelaku pelecehan seksual sudah ada yang meminta maaf dan beritikad baik, namun kesal rasanya ketika melihat sebagian dari mereka belum sadar atas kesalahannya, dan masih haha-hihi di sosial medianya. Well, it's fucking unfair. 

Kami, perempuan, tetap dihakimi entah karena penampilan kami, karena tingkah kami bahkan karena diamnya kami. Kami, perempuan, dihakimi oleh lingkungan kami, bahkan oleh sesama perempuan lain. Mengadu karena telah dilecehkan, kami diminta untuk memaklumi. Mengadu karena tak berdaya, kami kembali dihakimi. Kami, perempuan, berdandan untuk diri kami, untuk menutupi kekurangan kami, bukan untuk memenuhi hasrat laki-laki. 

Kami, mahasiswi, dilecehkan oleh oknum mahasiswa yang sama-sama menimba ilmu di kampus ini.

Terlepas bagaimanapun rupa kami, tubuh ini tak layak untuk dieksekusi. 

Comments

  1. Do a feminism dude, don't tell me how to dress tell them not to rape.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

For you.

Untitled, 2021

i wish my parents had known it