Belajar jadi Peksos lewat drakor~
"Apa sih nonton drakor? Ceritanya ga
realistis!"
"Plastik kok ditonton?"
"Jangan nonton drakor, nanti malah kebanyakan ngayal!"
Itulah beberapa kalimat yang sudah bersahabat di telingaku selama bertahun-tahun lamanya. Gak cuma aku, mungkin kamu pun mengalami itu. Atau malah kamu yg melontarkan kalimat itu? 😅
Anyway, drama Korea atau drakor adalah salah satu tontonan yg digemari oleh sejuta umat. Visual para aktor yang menenangkan mata, kemudian dikemas dengan jalan cerita yang menggugah rasa penasaran membuat drakor tidak pernah kehilangan pamornya, hingga senantiasa memikat hati para penggemarnya. Setiap orang mempunyai alasan yang berbeda dalam menikmati drakor sebagai tontonannya. Ada yang ngedrakor karena mengidolakan sang aktor, ada yang gak terlalu peduli siapa pemainnya yang penting jalan ceritanya sesuai selera, ada pula yang gak tahu aktornya- gak ngerti jalan ceritanya tapi tetep nonton karena iseng pengen ikut-ikutan aja.
Sudah lebih dari satu dekade aku menggemari dan mengamati dunia perdrakoran. Gak terhitung berapa banyak judul yang sudah aku rampungkan. Bagiku, drakor adalah tontonan yang menakjubkan karena dengan durasi yang kurang lebih satu jam per episodenya, drakor gak pernah gagal ngetransfer emosi dan ngaduk perasaan. Hingga tahun 2016, siklus perdrakoranku selalu begini: nonton -> resapi ceritanya -> baper -> cari profile aktornya -> follow -> kelarin drakornya -> lupakan -> move on ke drakor lainnya.
Tapi, siklus itu telah mengalami sedikit perubahan. Setelah tiga tahun belajar, aku sadar bahwa drakor adalah salah satu media yang efektif untuk mengembangkan pemahaman mengenai Pekerjaan Sosial. Karena dirasa perlu, aku jadi lebih sering meluangkan waktu khusus untuk memaknai cerita di hampir setiap drama, lalu belajar menganalisis dan memahami perilaku setiap karakternya seolah aku sedang melakukan assessment, dibarengi dengan implementasi perspektif psikodinamika dan diikuti oleh beberapa pengetahuan lainnya yang sedang atau yang telah aku pelajari selama kuliah. Jadinya kayak learning by doing gitu, iya kan~
Kalau dipikir-pikir, karakter di drakor itu gak ada yang bener-bener jahat lho. Gak ada karakter yang tiba-tiba nyakitin orang tanpa penggambaran latar belakang yang jelas. Biasanya, diawal episode kita akan dibuat kesal sama karakter antagonis, tapi menjelang episode terakhir kita malah dibuat sedih dan kasihan setelah memahami sudut pandang karakter tersebut. Hal ini menjadi salah satu bukti bahwa pada dasarnya, drakor gak menghilangkan sisi manusiawi dari setiap karakternya.
Sebagai contoh, yuk kita bahas drama I Miss You (2012), salah satu drama paling mengesankan yang gak terlupakan. Jadi, dalam drakor tersebut ada karakter Harry yang digambarkan sebagai seorang psikopat yang posesif dan menyebalkan. Meskipun lebih tampan dari karakter utama, tapi ia adalah karakter yang paling dibenci dan menakutkan. Ya, semua penonton setuju dengan hal itu.
Membunuh dan memanipulasi adalah keahliannya sehingga kejahatannya sulit terungkap. Sejak awal episode, penulis sudah menggambarkan bahwa saat kecil Harry terpisah dengan ibunya dan tumbuh tanpa figur ayah. Hingga menjelang beberapa episode terakhir, terdapat scene dimana Harry bertemu kembali dengan ibunya yang sudah dalam keadaan tak berdaya. Ini adalah salah satu scene yang paling menguras air mata 😢.
Berdasarkan deskripsi ringkas mengenai karakter Harry, kita yang sudah mempelajari perspektif psikodinamika tentu berspekulasi bahwa Harry tumbuh menjadi manusia yang tak berperasaan karena serangkaian peristiwa buruk yang dialaminya. Kemudian, jika ditelaah dengan konsep dasar attachment, dapat dipastikan bahwa pemutusan ikatan emosional secara paksa antara Harry dengan ibunya menjadi alasan utama dibalik tindakan kriminal yang dilakukannya. Harry menjadi orang yang sangat posesif karena ia telah kehilangan banyak hal dan tak terpenuhinya kebutuhan akan kasih sayang.
Kemudian, dalam drama tersebut digambarkan juga kesamaan pola pembunuhan yang dilakukan Harry. Semua korban dibunuh dengan menggunakan air sebagai medianya, seperti dianiaya lalu ditenggelamkan. Hal ini menggambarkan bahwa air adalah simbol dari ketuban yang berfungsi untuk melindungi janin dalam kandungan. Secara filosofis, maka dapat dimaknai bahwa pola pembunuhan yang Harry lakukan sangat berkaitan erat dengan luka dan penderitaannya yang disebabkan oleh ketiadaan sosok ibu yang seharusnya ada untuk melindunginya. Make sense kan?
Setelah menganalisis, apakah kita tetap menganggap bahwa Harry jadi orang yang gak berperasaan karena tanpa alasan? Lalu apakah kita tetap membenci Harry sepenuhnya? Enggak kan! Hal ini menjadi refleksi untuk kita bahwa sebenarnya gak ada orang yang benar-benar jahat. Kalaupun kita merasa bahwa kita “dijahatin” orang, mungkin kita harus melihat sudut pandangnya juga. Karena kita gak pernah tahu apa alasannya, dan seperti apa latar belakangnya.
Analisis karakter Harry adalah salah satu contoh kecil "belajar psikoanalisa via drama Korea". Masih banyak drakor lain yang jalan ceritanya gak kalah seru dengan berbagai macam karakter, yang tentunya bisa kita jadikan acuan untuk belajar memahami perilaku manusia. Menambahkan rencana intervensi dengan berbagai metode dan teknik tentu akan sangat membantu kita untuk berproses menjadi seorang Pekerja Sosial. Terkesan ribet memang, tapi setidaknya kita jadi bisa belajar dengan cara yang lebih menyenangkan, bukan?
Last but not least, sekadar saran buat kalian yang tertarik sama Case Work, parenting dan kasus anak, bisa ambil drama SKY Castle yang merupakan salah satu drakor terbaik sepanjang masa! Drama ini luar biasa helpful sebagai bahan refleksi dan media untuk belajar serta mengembangkan diri kita 🙌
Pengen jadi otak meh aja:"))))
ReplyDeleteheeeeee
DeleteKeren meh...
ReplyDeleteTerimakasih yaa dandelionkuuu
DeleteProud of you ❤️
ReplyDeleteThank you :)
Delete